Keblinger

Keblinger

Jadilah Penyerap Ilmu (Rendah Hati)

| Selasa, 29 November 2011


Source : Mbah Kakung (google)
    Suatu ketika, saya ngobrol ngalor-ngidul dengan seorang teman. bisa dikatakan dia adalah seorang teman, yang baru saya kenal sekitar dua bulan. topik pembicaraan yang sedang kami bahas saat itu,  macam-macam. mulai dari seputar politik, Teknologi (komputer), agama dll. kami saling mengeluarkan pendapat dari setiap topik yang di bicarakan. saya menunjukkan kesan tertarik,saat dia berbicara dengan cara menganggukkan kepala, atau berkata "iya, terus". lalu, saya fokuskan padangan mata, memperhatikan pembicaraan dia.  namun, entah mengapa di tengah obrolan saya merasa kehilangan rasa nyaman. ketika pendapat-pendapat saya selalu dimentahkan (di sanggah). seakan-akan, dia lebih paham dan tahu dari pada saya. dengan kata lain, dia terlalu mendominasi pembicaraan. jika sobat semua, yang mengalami hal seperti yang saya alami tentunya jadi malas, betul kan?. bisa dikatakan, itu adalah sikap sombong yang tak terlihat oleh kasat mata. saat itu, saya berusaha sabar meladeni sikap sok tahu'nya. akhirnya saya nyerah juga, dan tak bisa bersahabat dengan kata sabar. kalau suatu saat dia ngajak diskusi lagi, dengan senang hati akan saya tolak secara halus. ya, kalau bebicara sekedarnya saja akan saya ladeni.

     Ketika mengalami kejadian seperti itu. saya jadi teringat petuah bijak dari salah seorang rekan kerja dulu. dia bilang seperti ini "Zic, kalo elu memahami sesuatu (ilmu/wawasan) bersikaplah rendah hati dan jangan  menunjukkan kesan bahwa kamu lebih tau dari pada orang lain (yang di ajak bicara). siapa tau orang yang kamu ajak bicara itu lebih tahu dari kamu. dan setelah itu, dia jadi tak sungkan-sungkan untuk memberikan ilmu/wawasan baru sama kamu, itu pun jika kamu bersikap rendah hati. namun jika kamu menunjukkan sikap paling tahu, bisa jadi orang tersebut jadi malas untuk memberikan ilmu (pamahaman baru) padamu" sampai saat ini, kata-kata dari beliau selalu saya ingat dengan kuat. jadi masukan dari teman saya tersebut, berkaitan erat dengan istilah umum. bahwa pintar saja tidak cukup, bila tanpa di sertai sikap rendah hati.
     Seorang yang teachable (kemampuan untuk ingin belajar dan diajar) harus punya sikap menerima dan menghindari sikap sok tahu, apalagi sampai menolak ilmu (pemahaman baru)  yang di berikan oleh orang lain.  ilmu itu sifatnya bukan untuk di banggakan, tetapi untuk di bagikan pada orang lain. biasanya, ketika seseorang sudah kenyang ilmu, tapi kepekaan emosinya tidak terlatih. akan menumbuhkan rasa ego, yaitu merasa lebih tahu dari orang lain. mungkin, lebih tepatnya hal ini bisa di katakan  'ujian bagi orang yang berilmu'. sejauh mana sikap kita, entah mau bersahabat dengan ego atau tidak. itu tergantung proses kepekaan emosi dan pemikiran dewasa kita. filosofi ilmu padi (semakin berisi semakin merunduk) bisa dijadikan pegangan oleh kita untuk menjadi penyerap ilmu. setiap bertambah ilmu, bertambah pula sikap rendah hati kita terhadap ilmu tersebut. selanjutnya, semangat dalam menyebarkan kembali ilmu yang telah kita dapatkan pada orang lain, hingga menjadi aktivitas ibadah pada-Nya.


Ada Gensi Di Balik Gelar Akademi

|


     Salah satu teman saya, kini bergelar SE alias Sarjana Ekonomi. dia di wisuda pada tahun 2008, dan tentunya dia berhak menempelkan titel SE di belakang namanya. walau hanya mendapat nilai pas-pasan, tapi dia sudah merasakan bahagia. karena telah keluar dari status 'anak kuliahan' yang selalu berkutat dengan buku-buku yang tebal. apalagi buku yang berkaitan ekonomi. kini, dia merasa bebas-lepas. bermodalkan ijazah S1 dia melamar di berbagai perusahaan. bidang pekerjaan yang dia pilih tentunya yang berkaitan dengan akademi'nya, seperti analisis perekonomian, finance, Accounting. namun, sayang usaha dia dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginannya selalu gagal. kalau pun ada pekerjaan yang sesuai, kadang gajinya tidak sesuai dengan harapan. sebagai teman, kadang saya bingung dengan jalan pikiran dia. sepertinya dia tidak ingin menjalani proses dalam  mewujudkan impiannya. atau mungkin karena dia gengsi (*Malu). pernah, ada salah satu teman dia, menawarkan pekerjaan sebagai surveyor di salah satu dealer motor. tapi pekerjaan itu dia tolak, alasannya klasik, dia bilang "sedang menunggu pekerjaan yang lebih baik dan sesuai" secara gelar akademi dia adalah Sarjana Ekonomi. 
     Rentang tahun 2008 sampai akhir 2009, dia menjadi pengangguran. berhubung keluarga dia termasuk orang yang  berada dari segi ekonomi. jadi dia tidak terlalu mengkhwatirkan cost of living sehari-harinya. karena dia masih mendapatkan uang jatah mingguan  yang lumayan jumlahnya untuk dia sendiri. seiring berjalannya waktu,  akhirnya  teman saya itu mulai menyadari. bahwa pilih-pilih pekerjaan bukanlah hal yang bagus juga. mungkin juga dia merasa malu, kalau terus-terusan minta uang pada orang tuanya. meski orang tuanya sendiri tidak merasa keberatan. dia memulai langkah awal sebagai sales barang elektronik lalu setelah itu, dia bekerja sebagai sales marketing perumahan di daerah Bogor. dan mungkin karena sudah rejeki dia. di pertengahan tahun 2010 salah seorang saudara dia menawarkankan pekerjaan di Departemen Pemuda & Olaharaga, sebagai pegawai honorer. meskipun jabatannya sebagai pegawai honorer, tapi gajinya lumayan besar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
     Memang tanpa disadari, semakin gelar pendidikan kita tinggi. kita semakin pilih-pilih pekerjaan yang sesuai. misal ketika kita telah meraih gelar S1 atau D3, lalu melakukan aktivitas kerja seperti jadi sales, staff marketing. awalnya kita tidak antusias dalam menerima pekerjaan itu. dan berpikir, pekerjaan itu tidak sebanding dengan gelar akademi yang kita miliki. dan yang lebih ekstrim lagi, apakah kita berani ketika telah punya titel S1 terus belum dapat pekerjaan. dan untuk mengisi kekosongan waktu yang ada, kita membuka usaha pengisian pulsa di pinggir jalan. apakah kita akan malu, atau malah sebaliknya?. bagi saya Gelar bukanlah segalanya, yang berperan besar dalam hidup ini adalah mental bertahan. saya teringat kata-kata umum yang biasa di ucapkan oleh banyak orang "Untuk menjadi orang sukses, jangan gengsi-an (*malu) dalam menjalankan pekerjaan, jalani saja dulu." ada pepatah kuno dari cina, 'langkah seribu di mulai dari langkah pertama'. angka yang penting dalam hitung-hitungan, bukanlah angka 1, 2, atau pun angka 3. tetapi angka yang penting itu adalah angka 0 (Nol). ini menunjukkan bahwa segala sesuatu tidak ada yang instant, semua butuh proses. teruslah berjuang dalam meraih impian, disertai dengan do'a dan usaha. hindari rasa gengsi meski kita telah meraih gelar akademi. SEMANGAT

10 Rahasia Sukses Orang-Orang Jepang

| Senin, 28 November 2011
Apa sajakah sikap-sikap orang Jepang yang bisa kita contoh biar bisa sukses kayak bangsa mereka ??
Berikut adalah 10 rahasia Sukses orang Jepang :

1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.


2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.


3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.


4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.


5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.


6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini


7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.


8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.


9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.


Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

WHEN IN LOVE

| Minggu, 27 November 2011


Rabã.
Aijin.
Lover.


Koibito.*
Beloved person.


Anata-ni muchü-nano.
Kimi-ni muchü-nanda.
I'm crazy about you.


Aishiteru.
Daisuki dayo.
I love you.


Watashi-wa anata-no mono.
Boku-wa kimi-no mono.
I'm yours.


Anata-wa watashi-no mono.
Kimi-wa boku-no mono.
You're mine.


Anata-no-koto-ga subete shiritai.
Kimi-no-koto-ga subete shiritai.
I want to know all about you.


Oshiete-ageru.
I'll tell you.


Kirei-dayo.
You look beautiful.


Suteki-yo.
Suteki-dayo.
You're attractive.


Iroppoi!
You're sexy!


Kirei-na hitomi-dane.
You have beautiful eyes.


Ii nioi.
You smell sweet.


Kisu shite-mo ii?
May I kiss you?


Kisu shite.
Kiss me.


Aishite-mo ii?*
May I love you?


Kirei-na karada-dane.
You have a beautiful body.


Yasashiku shite-ne.
Treat me kindly.


Anata-ga hoshii.
Kimi-ga hoshii.
I want you.


Motto aishite.
Love me more.


Hanaretakunai.
I don't wanna leave you.


Zutto issho-ni itai.
I wanna stay with you forever.


Kekkon shite-kureru?
Will you marry me?


Sabishikunaru-wa.
Anata-ga koishikunaru-wa.
Sabishikunaru-yo.
I'll miss you.


Itsumo anata-o omotteru-wa.
Itsumo kimi-o omotteru-yo.
I'll always think of you.


Itsumo aishiteru.
I'll always love you.


Tsukiao.
Let's be together.






__WHEN IT'S OVER

Mada kekkon shitaku-nai.
I don't want to get married yet.


Mada konyaku shitaku-nai.
I don't want to get engaged yet.


Mada kekkon-nante kan-gaetakunai.
I don't want to think about marriage yet.


Aishiteru-kedo kekkon-wa dekinai.
I love you but I can't marry you.


Mada shinken-ni narita-kunai.
It's not time for me to get serious.


Gokai shinai-de.
Don't get me wrong.


Jibun-no jikan-ga hoshii-no.
Jibun-no jikan-ga hoshiin-da.
I need time to myself.


Watashi-wa anata-ni fusawashikunai-wa.
Boku-wa kimi-ni fusawashikunai-yo.
I'm not good for you.


Watashi-no-koto wasurete.
Boku-no-koto wasurete.
Forget about me.


Mo owari-yo.
Mo owari-da.
It's over.


Shitsukoku shinai-de.
Shitsukoku suruna-yo.
Don't be persistent.


Mo aenai-wa.
Mo aenai-yo.
I can't see you anymore.


Mo denwa shinai.
I won't call you anymore.


Suki-dakedo aishitenai.
I like you but I don't love you anymore.


Mo aishitenai.
I don't love you anymore.


Hoka-ni koibito-ga deki-ta-no.
Hoka-ni koibito-ga deki-ta.
I have another girlfriend/boyfriend.


Mo anata-ni kyomi-ga nai-no.
Mo kimi-ni kyomi-ga nain-da.
I'm not interested in you anymore.


Issho-ni-ite-mo tanoshikunai.
Being with you is no fun.


Anata tsumannai!
Kimi tsumanne!
You're boring!


Jama shinai-deyo!
Jama shinai-dekure!
Stop bothering me!


Mo watashi-no-koto aishitenai-none?
Mo boku-no-koto aishitenain-dane?
You don't love me anymore, do you?


Hoka-ni koibito-ga dekita-no?
Do you have another girlfriend/boyfriend?


Doka oshiete. Shiritai-no.
Doka oshiete. Shiritain-da.
Please tell me. I want to know.


Ii kanojo-ja nakute gomen-ne.
Ii kareshi-ja nakute gomen-ne.
I'm sorry I haven't been a good girlfriend/boyfriend.


Watashi-no sei.
Boku-no sei.
It's my fault.


Mo ichido yarinaosenai?
Can't we start again?


Anata-no-koto shinken-nano.
Kimi-no-koto shinken-nanda.
I'm serious about you.


Watashi-no kimochi wakatte.
Boku-no kimochi wakatte.
Please understand my feelings.


Anata-nashi-ja ikirare-nai.
Kimi-nashi-ja ikirare-nai.
I can't live without you.


Anata-no-koto wasure-nai.
Kimi-no-koto wasure-nai.
I will never forget you.


Suteki-na omoide-o arigato.
Thanks for the beautiful memories.


Shiraiette yokatta.
I'm so happy to have known you.


Tokidoki watashi-no-koto omoidashite.
Tokidoki boku-no-koto omoidashite.
Remember me sometimes.


Mada tomodachi-de irareru?
Can we still be friends?


Kanojo-to shiawase-nine.
Kare-to shiawase-nine.
Be happy with him/her.


Aishiteta-wa.
Aishiteta-yo.
I loved you.


Zutto anata-o omotteru.
Zutto kimi-o omotteru.
I will always love you.


Mo aishitenai-kara, denwa bango kaeru.
I really don't love you anymore, so I'm going to change my phone number.

 

Copyright © 2010 TsugaharaAizawa Blogger Template by Dzignine